Halaman

Selasa, 11 Mei 2010

Sistem hukum dan pengadilan internasional

A. Makna hukum dan peradilan internasional.
1. Pengertian hukum internasional.
Hukum mula-mula berkembang sejak usia 89 SM, sebenarnya sudah dikenal oleh bangsa romawi. Hukum itu dikenal dengan Ius civile (hukum sipil dan Ius Gentum) hukum antar Negara.
Hukum internasional mencakup dua hal yaitu: hukum perdata internasional dan hokum public internasional. Kedua hukum internasinaol ini memiliki persamaan dan perbedaan sebagai berikut:
Persamaannya: keduanya mengatur hubungan antara persoalan-persoalan yang melintasi batas-bats Negara.
Perbedaanya; kalau hukum perdata internasional menyangkut hubungan atau persoalan antar warganegara atau antar bangsa secara internasional. Sedangkan hukum public internasional menyangkut hubungan atau persoalan internasional warga Negara.
Hukum internasional dapat dibagi menjadi 2 yaitu hukum internasional tertuis dan hukum internasional tidak trtulis.
Hukum internasional tertulis: menyatakan bahwa ruang lingkup hukum internasionalnya berlaku untuk perjanjian-perjanjian antarnegara. Konfrensi Wina menghasilkan suatu perjanjia tertulis yang dikenal dengan nama Viena Convention on the law of treaties. Perjanjian hukum internasional tertulis tunduk pada ketentuan kebiasaan internasional dan yurisprodensi atau prinsip hukum umum.
Hukum internasional tidak tertulis: termasuk dalam perjanjian tidak tertulis adalah perjanjian berupa pernyataan yamg dilakukan secara lisan disertai catatan-catatan tertulis berupa nota resmi, nota pribadi dari pejabat Negara yang bersangkutan.
Dibawah ini ada beberapa pandangan mengenai hukum internasional sebagai berikut:
Grotius (Hugo de Groot): bahwa hukum internasional bedasarkan atas kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua Negara. Hal ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatukan diri didalamya.
J. G. Starke: hukum internasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari azas-azas dank arena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja: keseluruhan kaidah-kaidah dan azas-azas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas-batas Negara.
2. Azas-azas Hukum Internasional.
• Azas teritorialitet: Azas ini didasarkan atas kekuasaan negara kepada daerahnya.
• Azas Kebangsaan: Azas ini didasarkan atas kekuasaan Negara untuk warganegaranya dimanapun mereka berada baik didalam maupun diluar negeri bila melanggar hukum negaranya.
• Azas Kepentingan Umum: Azas ini didasarkan atas wewenang Negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Sumber Hukum Internasional.
Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M sumber hukum internasianal dapat dibedakan dalam sumber hukum dalam arti formal dan material.
Sumber Hukum dalam Arti formal adalah sumber hukum dari mana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
MenurutBierly, Sumber Hukum dalam Arti formal merupakan sumber hukum yag paling utama dan memiliki otentik yang dapat dipergunakan oleh mahkamah internasional didalam memutustan sengketa internasional. Terdapat pada pasal 38 piagam mahkamah internasional parlemen pada tanggal 16 desember 1920, yaitu:
• Perjanjian intrenasional (traktat atau treaty).
• Kebiasaan internasional yang terbukti dalam prakterk umum dan diterima sebagi hukum.
• Azas-azas umum hukum yang diakui bangsa-bangsa beradab.
• Keputusan-keputusan hakim (judicial decisions) dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasinal dari berbagai Negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum (karya hukum).
• Pendapat-pendapat para ahli hukum yang terkemuka.
Sumber hukum internasional dalam arti material: hukum internasional tidak dapat dipaksa begitu saja seperti hukum nasional, walaupun demikian dalam kenyaaanya hukum internasional juga ditaati oleh sebagian besar bangsa di dunia ini, berarti juga mengikat.
Terdapat dua aliran hukum internasional alam arti material, yaitu : aliran naturalis dan aliran positivisme. Jadi hukum internasional dalam arti material adalah kehenda Tuhan dan persetujuan dan juga perjanjian antarnegara.
4. Subyek-Subyek Hukum Internasional.
Subyek hukum internasional: Negara, Tahta Suci, Palang Merah Internasional, Organisasi internasional, Orang Perseorangan(individu), Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa.
5. Lembaga peradilan Internasianal.
Mahkamah Internasional bekerja dalam peradilan internasional berkedudukan di den Haag Belanda. Mahkamah Internasional atau peradilan internasional dapat mengadili semua perselisihan yang terjadi antarnegara baik anggota maupun bukan anggota PBB. Dalam hal ini, mengusahakan jalan damai yang selaras dengan asas-asas keadilan dan hukum internasional.
Mahkamah Internasional beranggotakan 15 orang hakim yg berasal dari 15 negara anggota PBB yang dipilih dalam Sidang Majelis Umum PBB dengan masa jabatan 5 tahun.adapun bahasa resmi yang digunakan selama persidangan adalah bahasa Inggris dan Perancis. Namun atas permintaan salah satu dari pihsk yang bersengketa dapat meminta, Mahkamah Internasional dapat mengijinkan penggunaan bahasa lain.
Tugas Mahkamah Internasional.
• Menerima perkara-perkara dari Negara-negara anggota serta Negara lain dengan syarat yang telah ditentukan oleh Dewan Keamanaan PBB.
• Menerima persengketaan hukum internasional dari Dewan Keamanan PBB.
• Memberi nasehat tentang persoalan hukum kepada Majelin Umum dan Dewan Keamanan PBB.
Mahkamah Internasional memiliki wewenang yang diatur dalam Bab II Statua. Adapun wewenang yang dimiliki oleh Mahkamah Internasional ada dua: Ratione Personae dan Ratione Materiae. Ratione Personae, merupakan wewenang Mahkamah Internasional untuk menentukan siapa-siapa yang dapat mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional.
Pada prinsipnya Mahkamah Internasional hanya terbuka bagi Negara-negara anggota dari suatu statua. Negara statua pada umumnya semua negara anggota PBB yang sampai sekarang berjumlah 189 negara. Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan keputusan organ hukum tertinggi di dunia. Penolakan suatu Negara terhadap keputusan negara tersebut akan dapat merusak citra dalam pergaulan antarbangsa.
Ratione materiae, merupakan wewenang Mahkamah Internasional untuk menentukan jenis sengketa apa saja yang dapat diajukan.
Dalam pasal 36 ayat 1 Stattua, menyebutkan wewenang Mahkamah Internasional meliputi semua perkara yang dijukan pihak-pihak yang bersengketa, terutama yang menyangkut piagam PBB, perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi.
6. Proses Ratifikasi Hukum Internasional.
Proses ratifikasi atau pengesahan suatu perjanjian internasional didaului oleh adanya tahap perundingan ( negotiation) yang dilanjutkan dengan tahap penandatanganan (signature). Dalam konvensi Wina tahun 1969 tentang hukum Perjanjian Internasional (baca hukum internasional) disebutkan bahwa dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multiteral dapat dilakukan dalam dua atau tiga tahap tergantung dari penting tidaknya perjanjian tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar